Seminar Pembekalan Pra Nikah dan Keluarga Muslim oleh Mahasiswa STDI Imam Syafi’i Jember, Kegiatan in hanya diikuti oleh santri jenjang IL (I’dad Lughawi) dan IM (I’dad Mu’allimin) diantara pemaparannya, hukum-hukum seputar pernikahan dan masalah serta solusi dari problem pemuda di zaman ini.
Seiring dengan kemajuan teknologi dimana seorang bisa kapanpun dan dimanapun dapat mengakses informasi dari seluruh dunia kakak mahasiswa STDI ini mengutarakan kepeduliannya terhadap remaja terkhusus remaja Muslim pada zaman ini agar tidak menggunakan sarana teknologi ke arah negatif dan memfilter konten-konten tidak bermanfaat bahkan bahaya terhadap mereka, Begitu banyak tersebar di media sosial cara remaja mengekpresikan budaya pranikah mereka yang tidak sejalan dengan ajaran islam.
Islam telah mengajarkan detail tentang pra nikah dan aturan dalam berkeluarga, sayangnya terkadang banyak manusia mengabaikannya sehingga mereka terjerumus kepada hal yang dilarang seperti Pacaran sampai Berzina na’udzubiullah.
Di zaman ini fitnah syahwat begitu besar dengan adanya internet , sosial media dan pergaulan yang sudah tidak sesuai fitrah manusia. Menikah adalah salah satu solusi untuk menjaga kehormatan diri dan mencegah terjerumus dalam perzinahan.
Kakak-kakak Mahasiswa STDI juga memaparkan Hukum nikah menurut para ulama. Para Ulama berbeda pendapat Maka yang rajih adalah pendapat jumhur ulama, bahwa menikah hukumnya adalah sunnah dan tidak sampai wajib, wallahu a’lam.
Namun perlu digaris-bawahi, khilafiyah/perbedaan pendapat yang di bahas di atas adalah jika seseorang dalam kondisi yang aman dari fitnah dan aman dari resiko terjerumus dalam hal-hal yang diharamkan oleh Allah terkait syahwat kepada wanita. Adapun jika seseorang khawatir terjerumus ke dalam fitnah semisal zina dan lainnya, tidak ada khilaf di antara para ulama bahwa nikah dalam keadaan ini adalah wajib. Karena membentengi dan menjaga diri dari perkara haram itu wajib, sehingga dalam kondisi ini menikah hukumnya wajib.
Imam Al Qurthubi berkata: “Para ulama kita berkata, hukum nikah itu berbeda-beda tergantung keadaan masing-masing orang dalam tingkat kesulitannya menghindari zina dan juga tingkat kesulitannya untuk bersabar. Dan juga tergantung kekuatan kesabaran masing-masing orang serta kemampuan menghilangkan kegelisahan terhadap hal tersebut. Jika seseorang khawatir jatuh dalam kebinasaan dalam agamanya atau dalam perkara dunianya, maka nikah ketika itu hukumnya wajib. Dan orang yang sangat ingin menikah dan ia memiliki sesuatu untuk dijadikan mahar untuk menikah hukumnya mustahab baginya. Jika ia tidak memiliki sesuatu yang tidak bisa dijadikan mahar, maka ia wajib untuk isti’faf (menjaga kehormatannya) sebisa mungkin. Misalnya dengan cara berpuasa, karena dalam puasa itu terdapat perisai sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih”.
Baarakallahufiikum…