Larangan Berbisik Antara Dua Orang ketika Sedang Bertiga

Larangan Berbisik Antara Dua Orang ketika Sedang Bertiga

Oleh: DR. Firanda Andirja, Lc, MA

وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ – رضي الله عنه -قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم:  «إِذَا كُنْتُمْ ثَلَاثَةً, فَلَا يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ الْآخَرِ, حَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ; مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَلِكَ يُحْزِنُهُ ». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ.

Dari Ibnu Mas’ūd radhiallahu ‘anhu beliau berkata: Rasūlullāh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang berbicara/berbisik-bisik berduaan sementara yang ketiga tidak diajak sampai kalian bercampur dengan manusia. Karena hal ini bisa membuat orang yang ketiga tadi bersedih.” (HR. Imām Bukhāri dan Imām Muslim dan lafazhnya adalah terdapat dalam Shahīh Muslim).

Hadits yang mulia ini menunjukkan salah satu sisi keagungan Islam. Hadits ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur segala hal sampai pada hal-hal yang bahkan dianggap sepele, seperti adab makan, adab minum, dan lain-lain, termasuk di antaranya adab bergaul.

Hadist ini mengajarkan adab dan kesopanan tingkat tinggi di mana jika tiga orang sedang berkumpul, jangan sampai dua orang di antaranya berbisik-bisik dengan mengabaikan orang ketiga.  Mengapa demikian? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan,

مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَلِكَ يُحْزِنُه

“Karena perbuatan ini bisa menjadikan orang yang ketiga bersedih.”

Dalam situasi yang demikian, di mana ada tiga orang berkumpul, sementara dua orang saling berbisik tanpa diketahui oleh orang ketiga apa yang dibicarakan, akan menimbulkan berbagai perasaan yang tidak mengenakkan bagi orang ketiga. Bisa jadi timbul rasa sedih dalam dirinya, kenapa dia tidak diajak bicara, kenapa pembicaraan itu dirahasiakan dari dirinya, dan berbagai pertanyaan lain.  Hal yang demikian ini sangat diperhatikan dalam Islam. Islam mengajarkan agar seorang muslim menjaga perasaan saudaranya dan tidak menyakiti serta membuatnya bersedih.

Selain menimbulkan perasaan sedih, berbisik-bisik seperti itu juga dapat menimbulkan berbagai prasangka atau sū-uzhan (persangkaan-persangkaan yang buruk). Bisa jadi orang ketiga itu berpikir bahwa dua saudaranya sedang  mengghībahi dirinya, menggosip tentang dirinya, atau bahkan sedang menjelek-jelekkannya. Timbullah persangkaan-persangkaan yang didiktekan setan kepada orang ketiga itu.

Oleh karenanya, Allāh sampai menyebutkan dalam Al-Qurān permasalahan ini. Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman dalam surat Al-Mujādalah ayat yang ke-10:

إِنَّمَا النَّجْوٰى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا

“Sesungguhnya najwā (berbisik-bisik) dari syaithān untuk menjadikan orang-orang yang beriman bersedih.”

Mengingat akibatnya yang tidak baik, maka berbisik-bisik antara dua orang ketika sedang bertiga sangat dilarang. Berbisik-bisik hanya boleh dilakukan jika dalam suasana banyak orang sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

حَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ

“Sampai kalian bercampur (berbaur) dengan manusia.”

Kalau dalam suasana berkumpul banyak orang, maka tidak masalah dua orang berbicara sendiri, sementara yang lain bisa berbicara pula dengan orang lain lagi. Sehingga, tidak ada orang yang merasa didiamkan atau tidak diajak mengobrol oleh saudaranya.

Namun jika berkumpul beberapa orang, kemudian mereka mengobrol dengan meninggalkan salah satunya, maka dianggap masih melanggar hadis ini. Karena menurut para ulama,  meskipun pada lafal hadits disebutkan “Jika kalian bertiga kemudian dua orang ngobrol dan satunya tidak diajak”, namun maknanya juga mencakup jumlah yang lebih dari itu.  Misalnya, ada empat orang yang tiga orang di antaranya saling mengobrol, sedangkan salah seorang di antara mereka tidak diajak, didiamkan, atau saling berbisik di antara mereka bertiga saja, maka hal ini juga termasuk dalam hadits ini. Hal ini juga dilarang karena bisa menimbulkan kesedihan bagi orang yang keempat. Demikian pula jika ada lima orang, kemudian empat orang di antaranya mengobrol sendiri dengan meninggalkan orang kelima, maka hal ini juga dilarang karena menyedihkan orang yang kelima dan seterusnya.

Karena ‘illah (sebab larangan) dari hadits ini adalah jangan sampai membuat sedih orang yang tidak diajak berbicara dan jangan  sampai timbul persangkaan-persangkaan yang buruk dalam diri orang tersebut, maka  para ulama menyebutkan bentuk najwā yang terlarang lainnya. Yaitu, jika ada tiga orang, kemudian dua orang di antaranya berbicara dengan bahasa yang tidak dipahami oleh orang ketiga, maka ini pun dilarang. Meskipun kedua orang tersebut tidak berbisik-bisik, atau berbicara berdua tanpa meninggalkan yang ketiga, namun pembicaraan mereka dengan bahasa yang tidak dipahami oleh orang ketiga itu juga bisa menyakitkan hati, membuat sedih orang ketiga, dan menimbulkan sangkaan yang bermacam-macam.

Karenanya, hal itu juga tidak diperbolehkan oleh para ulama. Menurut para ulama, hal itu  hukumnya sama, seakan-akan dia didiamkan dan tidak tidak diajak berbicara. Kalau memang diajak berbicara, mengapa dengan bahasa yang tidak dipahami olehnya?  Hal itu tetap saja akan membuatnya sedih, merasa ditinggalkan dalam pembicaraan, atau merasa yang dibicarakan itu adalah  suatu rahasia yang berkaitan dengan dirinya, atau sangkaan-sangkaan lain yang bisa jadi didiktekan setan kepadanya. Oleh karenanya, lihatlah indahnya Islam yang memperhatikan hal-hal detil dalam pergaulan seperti ini.

Sebenarnya hadits ini hanyalah sekedar contoh di mana seorang muslim diajarkan bagaimana bergaul dengan baik sehingga tidak membuat saudaranya bersedih dan membuatnya merasa dihargai serta dijaga perasaannya. Jika membuat sedih dan menyakiti saudara muslim dengan sikap bergaul yang demikian saja dilarang, maka lebih terlarang lagi jika sampai menyakiti sesama muslim dengan perkataan dan perbuatan.

Coba perhatikan sekali lagi, najwā yang disebutkan dalam hadits ini tidak berkaitan dengan perkataan yang terucap atau perbuatan yang jelas-jelas menimbulkan rasa sakit, tapi berkaitan dengan sikap, yaitu sikap dua orang yang berbisik-bisik sehingga apa yang dibicarakan tidak diketahui oleh orang ketiga yang hadir di situ.  Jika hal seperti ini saja dilarang, apalagi menyakiti atau membuat sedih dengan perkataan dan perbuatan.

Pelajaran lain dari hadits ini adalah bahwa seorang muslim dituntut untuk jangan sampai menimbulkan persangkaan-persangkaan yang buruk dalam diri saudaranya dan sahabatnya.

Profil PIAT 6 Bondowoso
Berita Terbaru
Dokumentasi Kegiatan
Fasilitas

Larangan Berbisik Antara Dua Orang ketika Sedang Bertiga

Larangan Berbisik Antara Dua Orang ketika Sedang Bertiga

Oleh: DR. Firanda Andirja, Lc, MA

وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ – رضي الله عنه -قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم:  «إِذَا كُنْتُمْ ثَلَاثَةً, فَلَا يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ الْآخَرِ, حَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ; مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَلِكَ يُحْزِنُهُ ». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ.

Dari Ibnu Mas’ūd radhiallahu ‘anhu beliau berkata: Rasūlullāh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang berbicara/berbisik-bisik berduaan sementara yang ketiga tidak diajak sampai kalian bercampur dengan manusia. Karena hal ini bisa membuat orang yang ketiga tadi bersedih.” (HR. Imām Bukhāri dan Imām Muslim dan lafazhnya adalah terdapat dalam Shahīh Muslim).

Hadits yang mulia ini menunjukkan salah satu sisi keagungan Islam. Hadits ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur segala hal sampai pada hal-hal yang bahkan dianggap sepele, seperti adab makan, adab minum, dan lain-lain, termasuk di antaranya adab bergaul.

Hadist ini mengajarkan adab dan kesopanan tingkat tinggi di mana jika tiga orang sedang berkumpul, jangan sampai dua orang di antaranya berbisik-bisik dengan mengabaikan orang ketiga.  Mengapa demikian? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan,

مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَلِكَ يُحْزِنُه

Karena perbuatan ini bisa menjadikan orang yang ketiga bersedih.

Dalam situasi yang demikian, di mana ada tiga orang berkumpul, sementara dua orang saling berbisik tanpa diketahui oleh orang ketiga apa yang dibicarakan, akan menimbulkan berbagai perasaan yang tidak mengenakkan bagi orang ketiga. Bisa jadi timbul rasa sedih dalam dirinya, kenapa dia tidak diajak bicara, kenapa pembicaraan itu dirahasiakan dari dirinya, dan berbagai pertanyaan lain.  Hal yang demikian ini sangat diperhatikan dalam Islam. Islam mengajarkan agar seorang muslim menjaga perasaan saudaranya dan tidak menyakiti serta membuatnya bersedih.

Selain menimbulkan perasaan sedih, berbisik-bisik seperti itu juga dapat menimbulkan berbagai prasangka atau sū-uzhan (persangkaan-persangkaan yang buruk). Bisa jadi orang ketiga itu berpikir bahwa dua saudaranya sedang  mengghībahi dirinya, menggosip tentang dirinya, atau bahkan sedang menjelek-jelekkannya. Timbullah persangkaan-persangkaan yang didiktekan setan kepada orang ketiga itu.

Oleh karenanya, Allāh sampai menyebutkan dalam Al-Qurān permasalahan ini. Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman dalam surat Al-Mujādalah ayat yang ke-10:

إِنَّمَا النَّجْوٰى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا

Sesungguhnya najwā (berbisik-bisik) dari syaithān untuk menjadikan orang-orang yang beriman bersedih.

Mengingat akibatnya yang tidak baik, maka berbisik-bisik antara dua orang ketika sedang bertiga sangat dilarang. Berbisik-bisik hanya boleh dilakukan jika dalam suasana banyak orang sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

حَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ

Sampai kalian bercampur (berbaur) dengan manusia.

Kalau dalam suasana berkumpul banyak orang, maka tidak masalah dua orang berbicara sendiri, sementara yang lain bisa berbicara pula dengan orang lain lagi. Sehingga, tidak ada orang yang merasa didiamkan atau tidak diajak mengobrol oleh saudaranya.

Namun jika berkumpul beberapa orang, kemudian mereka mengobrol dengan meninggalkan salah satunya, maka dianggap masih melanggar hadis ini. Karena menurut para ulama,  meskipun pada lafal hadits disebutkan “Jika kalian bertiga kemudian dua orang ngobrol dan satunya tidak diajak”, namun maknanya juga mencakup jumlah yang lebih dari itu.  Misalnya, ada empat orang yang tiga orang di antaranya saling mengobrol, sedangkan salah seorang di antara mereka tidak diajak, didiamkan, atau saling berbisik di antara mereka bertiga saja, maka hal ini juga termasuk dalam hadits ini. Hal ini juga dilarang karena bisa menimbulkan kesedihan bagi orang yang keempat. Demikian pula jika ada lima orang, kemudian empat orang di antaranya mengobrol sendiri dengan meninggalkan orang kelima, maka hal ini juga dilarang karena menyedihkan orang yang kelima dan seterusnya.

Karena ‘illah (sebab larangan) dari hadits ini adalah jangan sampai membuat sedih orang yang tidak diajak berbicara dan jangan  sampai timbul persangkaan-persangkaan yang buruk dalam diri orang tersebut, maka  para ulama menyebutkan bentuk najwā yang terlarang lainnya. Yaitu, jika ada tiga orang, kemudian dua orang di antaranya berbicara dengan bahasa yang tidak dipahami oleh orang ketiga, maka ini pun dilarang. Meskipun kedua orang tersebut tidak berbisik-bisik, atau berbicara berdua tanpa meninggalkan yang ketiga, namun pembicaraan mereka dengan bahasa yang tidak dipahami oleh orang ketiga itu juga bisa menyakitkan hati, membuat sedih orang ketiga, dan menimbulkan sangkaan yang bermacam-macam.

Karenanya, hal itu juga tidak diperbolehkan oleh para ulama. Menurut para ulama, hal itu  hukumnya sama, seakan-akan dia didiamkan dan tidak tidak diajak berbicara. Kalau memang diajak berbicara, mengapa dengan bahasa yang tidak dipahami olehnya?  Hal itu tetap saja akan membuatnya sedih, merasa ditinggalkan dalam pembicaraan, atau merasa yang dibicarakan itu adalah  suatu rahasia yang berkaitan dengan dirinya, atau sangkaan-sangkaan lain yang bisa jadi didiktekan setan kepadanya. Oleh karenanya, lihatlah indahnya Islam yang memperhatikan hal-hal detil dalam pergaulan seperti ini.

Sebenarnya hadits ini hanyalah sekedar contoh di mana seorang muslim diajarkan bagaimana bergaul dengan baik sehingga tidak membuat saudaranya bersedih dan membuatnya merasa dihargai serta dijaga perasaannya. Jika membuat sedih dan menyakiti saudara muslim dengan sikap bergaul yang demikian saja dilarang, maka lebih terlarang lagi jika sampai menyakiti sesama muslim dengan perkataan dan perbuatan.

Coba perhatikan sekali lagi, najwā yang disebutkan dalam hadits ini tidak berkaitan dengan perkataan yang terucap atau perbuatan yang jelas-jelas menimbulkan rasa sakit, tapi berkaitan dengan sikap, yaitu sikap dua orang yang berbisik-bisik sehingga apa yang dibicarakan tidak diketahui oleh orang ketiga yang hadir di situ.  Jika hal seperti ini saja dilarang, apalagi menyakiti atau membuat sedih dengan perkataan dan perbuatan.

Pelajaran lain dari hadits ini adalah bahwa seorang muslim dituntut untuk jangan sampai menimbulkan persangkaan-persangkaan yang buruk dalam diri saudaranya dan sahabatnya.

Gedung Madrasah

Kegiatan belajar santri santri ditunjang oleh gedung madrasah yang terdiri dari 2 lantai dengan ruang kelas yang cukup luas ,bersih, nyaman dan memadai.

Asrama

Sarana peristirahatan santri ditunjang oleh asrama yang bersih dan representatatif (10 Santri/kamar) kamar tidur susun, lemari dan kamar mandi.

Perpustakaan

Berupya menyediakan bahan buku bacaan dan bahan-bahan penunjang pengajaran. Hal ini diharapkan agar perpustakaan dapat memperkaya Ilmu kepada Santri.

Masjid

Sarana Ibadah santri ditunjang Masjid Saif ghanim Saif as suwaidy juga di manfaatkan santri untuk belajar malam, Menghafal dan muroja’ah hafalan.

UKS

UKS sebagai sarana pertolongan pertama bagi santri yang mengalami sakit atau cidera. Terdiri dari tempat tidur alat kesehatan dan obat-obatan.

LAB Komputer

Untuk menunjang kegiatan pembelajaran santri yang membutuhkan komputer. Juga terdapat fasilitas koneksi Internet, papan tulis, proyektor, meja, kursi, dan lainnya.

Gedung Olahraga

Tempat para santri melakukan kegiatan ekstrakulikuler Sepak bola , Badminton, Voli, Basket, Tenis meja, pramuka, pancak silat dan memanah.

Math'am

Merupakan sarana makan dan minum santri 3x sehari. Menyediakan makanan yang bergizi sebagai upaya menjaga kesehatan santri dan pelajaran mudah dicerna dengan baik.  

Makshof/Kantin

Menyediakan makanan dan minuman sehat  dan kebutuhan lain seperti alat tulis, Buku, Seragam dan lain-lain. Sistem pembayaran dengan Scanner kartu RFID.

Profil PIAT 6 Bondowoso

Penerimaan Santriwan Baru Tahun Ajaran 2024-2025 Dibuka

id_IDIndonesian